UU ITE


 

 

 PENCEMARAN NAMA BAIK

 Pasal 27 A UU ITE mengatur tentang pencemaran nama baik yang dilakukan dengan sengaja melalui informasi elektronik atau dokumen elektronik.

 

https://images.app.goo.gl/RrsEEY7RtDVpBrqSA


 

KASUS:

Seorang manajer bernama Lovya bekerja di perusahaan teknologi yang cukup besar. Suatu hari, seorang rekan kerja bernama Rafli, yang merasa iri dengan kesuksesan Lovya, mulai menyebarkan desas-desus bahwa Lovya sering mengakses data rahasia perusahaan untuk keperluan pribadi. Rafli menceritakan tuduhan ini kepada beberapa rekan kerja lain, serta menyampaikan kepada atasan Lovya.

Akibat tuduhan ini, Lovya dipanggil oleh pihak manajemen dan dilakukan investigasi mendalam. Meski akhirnya terbukti bahwa tuduhan Rafli tidak berdasar, nama baik Lovya sudah tercemar di antara rekan-rekannya, dan ia merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan yang mulai mencurigainya. 

Lovya merasa sangat dirugikan karena tuduhan tersebut tidak hanya merusak reputasinya, tetapi juga menimbulkan tekanan psikologis dan membuatnya sulit berkembang di pekerjaannya. Ia pun memutuskan untuk mengajukan gugatan terhadap Rafli atas pencemaran nama baik.

Alasan Pelanggaran: 

Rafli menyebarkan rumor bahwa Lovya menggunakan data rahasia perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Sanksi:

  • Denda: Rudi dapat diwajibkan membayar kompensasi finansial kepada Sarah sebagai ganti rugi, baik untuk kerugian reputasi maupun untuk dampak psikologis yang dialaminya.
  • Permintaan Maaf Terbuka: Pengadilan dapat memerintahkan Rudi untuk membuat permintaan maaf secara terbuka, baik dalam bentuk pernyataan tertulis maupun pertemuan langsung.
  • Karena kasus pencemaran nama baik pasal 27A UU 1/2024, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.


JUDI ONLINE

Pasal 27 ayat (2) UU ITE mengatur larangan judi online. 

 

https://images.app.goo.gl/qX7nBV5DW49k7gc47

 

Kasus:

  Seorang pria bernama Aby, yang bekerja sebagai pegawai kantoran, mulai tertarik pada judi online setelah melihat iklan yang menjanjikan kemenangan besar dengan modal kecil. Awalnya, Aby hanya bermain dengan nominal kecil untuk iseng. Namun, seiring berjalannya waktu, Aby semakin tergoda untuk memasang taruhan yang lebih besar, berharap bisa memenangkan jumlah yang cukup besar untuk menulansi utangnya.

Sayangnya, Aby mengalami kekalahan demi kekalahan dan justru terjerat utang lebih dalam. Untuk menutupi kerugian dari judi online, Aby akhirnya meminjam uang dari teman dan keluarganya, serta mengambil pinjaman online dengan bunga tinggi. Tanpa sepengetahuan keluarganya, utang Aby terus menumpuk hingga ratusan juta rupiah.

Pada akhirnya, perusahaan tempat Aby bekerja mengetahui keterlibatannya dalam judi online dan terungkap bahwa ia sering menggunakan waktu kerja untuk berjudi, yang menurunkan produktivitas dan kinerjanya. Perusahaan memutuskan untuk memutus kontrak kerja Aby karena pelanggaran etika dan penyalahgunaan waktu kerja.

Merasa putus asa, Aby berusaha melunasi utangnya dengan kembali berjudi secara besar-besaran, namun kembali kalah. Tak hanya itu, ia juga berurusan dengan pihak berwajib karena kegiatan judi online dilarang di negaranya. Aby kemudian ditangkap oleh pihak kepolisian atas tuduhan terlibat dalam aktivitas perjudian ilegal.

Alasan Pelanggaran: 

Judi online dilarang di Indonesia, sehingga aktivitas tersebut secara langsung melanggar undang-undang yang berlaku. Sebagian besar negara yang melarang judi online menganggapnya sebagai bentuk aktivitas ilegal yang bisa merusak stabilitas sosial dan ekonomi.

Sanksi: 

  • Hukuman Denda: Pengadilan dapat memerintahkan Aby membayar denda sebagai bagian dari hukuman atas keterlibatannya dalam judi ilegal.
  • Hukuman Percobaan atau Penjara: Jika aktivitas judi online dianggap sebagai pelanggaran serius, Aby bisa dijatuhi hukuman percobaan atau bahkan hukuman penjara, tergantung tingkat keterlibatan dan dampak sosial dari perbuatannya.
  • Pencatatan dalam Riwayat Hukum: Keterlibatan dalam kegiatan ilegal seperti judi online akan tercatat dalam catatan hukum atau pidana, yang bisa berdampak pada kesempatan Aby untuk mendapatkan pekerjaan dimasa depan. 


PENGANCAMAN DAN PEMERASAN

Pasal 27 ayat (4) UU ITE mengatur tentang pengancaman dan pemerasan melalui teknologi informasi.

 

https://images.app.goo.gl/7MwgnYUNix8JY9ZS7

 

Kasus: 

Seorang pria bernama Azhar bekerja di perusahaan konstruksi dan memiliki seorang rekan kerja bernama Marib. Suatu hari, Marib tidak sengaja mengetahui bahwa Azhar pernah melakukan kesalahan kecil dalam laporan proyek yang mengakibatkan kerugian finansial kecil bagi perusahaan. Walaupun kesalahan itu tidak disengaja, Marib melihatnya sebagai peluang untuk mendapatkan uang dari Azhar.

Marib kemudian mulai mengancam Azhar dengan mengatakan bahwa dia akan melaporkan kesalahan tersebut ke manajemen, yang bisa membuat Azhar kehilangan pekerjaannya. Marib menuntut Azhar membayar sejumlah uang setiap bulan agar dia tetap diam dan tidak menyampaikan informasi tersebut kepada pihak perusahaan.

Karena takut kehilangan pekerjaannya, Azhar merasa terpaksa memenuhi tuntutan Marib. Dalam beberapa bulan, Azhar mengirimkan sejumlah uang kepada Marib secara berkala. Namun, lama kelamaan Azhar merasa semakin tertekan dan menyadari bahwa tindakan Marib termasuk dalam kategori pemerasan dan pengancaman.

Akhirnya, Azhar melaporkan kasus ini ke polisi dan mengungkap semua bukti berupa pesan teks dan bukti transfer yang menunjukan permintaan uang dari Marib. 

Alasan Pelanggaran:

  1. Pemanfaatan Kerentanan dan Penyalahgunaan Kepercayaan
  2. Melakukan Pemerasan dengan Ancaman

                                                                                      

Sanksi: 

  • Hukuman Penjara: Sesuai dengan Pasal 27B ayat (1) UU No.1 Tahun 2024 yaitu sanksi tersebut berupa pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
  • Denda atau Ganti Rugi: Pengadilan mungkin akan memerintahkan Marib membayar denda atau ganti rugi kepada Azhar sebagai kompensasi atas tekanan psikologis dan kerugian finansial yang dialaminya. Denda ini bisa cukup besar, tergantung pada dampak yang diakibatkan dari tindakan pemerasan tersebut.
  •  Menyebarkan Kebencian terhadap Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA)

     

    Kasus: 

    Seorang pengguna media sosial berinisial A, membuat sebuah postingan di platform X yang berisi kalimat-kalimat provokatif tentang sebuah kelompok etnis tertentu. Dalam unggahannya, A menyinggung bahwa kelompok etnis tersebut adalah sumber dari berbagai masalah sosial dan menganggap mereka sebagai "beban" bagi masyarakat. Postingan ini menggunakan bahasa kasar dan memuat stereotip negatif yang merendahkan etnis tersebut.

    Tak lama setelah dipublikasikan, postingan A menjadi viral dan memancing respons keras dari masyarakat, terutama dari orang-orang yang berasal dari etnis yang disinggung. Banyak yang merasa tersinggung dan melaporkan unggahan tersebut kepada pihak berwajib. Akibatnya, A dipanggil oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan terkait postingannya.

    Setelah penyelidikan, diketahui bahwa A melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang melarang seseorang dengan sengaja menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Berdasarkan bukti postingan serta saksi-saksi yang merasa dirugikan, A akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan dikenai sanksi berupa hukuman penjara.

     

    Alasan Pelanggaran: 

    1. Memicu Permusuhan dan Ketidakstabilan Sosial
    2. Merendahkan Martabat Kelompok Etnis yang disinggung      

     

    Menyebarkan Video Asusila

     

    Seorang pria bernama Agus mengunggah video asusila di grup pesan instan yang beranggotakan beberapa temannya. Video tersebut menampilkan hubungan intim antara dua orang dewasa yang diambil tanpa izin dari ponsel pribadi milik salah satu pihak dalam video. Awalnya, Agus hanya membagikan video tersebut dalam grup kecil untuk "lelucon." Namun, salah satu anggota grup mengunduh dan menyebarkannya ke grup lain hingga video tersebut menjadi viral dan tersebar luas di berbagai platform media sosial.

    Setelah video tersebut viral, korban dalam video merasa dirugikan dan melaporkan penyebarannya kepada pihak berwajib. Polisi pun melakukan penyelidikan dan berhasil mengidentifikasi bahwa video pertama kali diunggah oleh Agus. Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat (1) yang melarang penyebaran konten asusila, Agus kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

    Dalam persidangan, Agus mengakui kesalahannya dan menyatakan bahwa ia tidak bermaksud untuk menyebarkannya secara luas, tetapi faktanya, tindakannya telah melanggar hukum. Akibat perbuatannya, Agus dijatuhi hukuman pidana berupa kurungan penjara dan denda.

     Alasan Pelanggaran:

    1. Pelanggaran Hak Privasi
    2. Mengganggu Norma Kesusilaan di Masyarakat
    3. Dampak Psikologis dan Sosial pada Korban
    4. Penyebaran yang Tidak Terkendali di Media Sosial
    5. Pelanggaran Hukum yang Dapat Menjadi Preseden Negatif

    Sanksi:

    1. Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE:

  • Pidana penjara maksimal 6 tahun, atau
  • Denda maksimal Rp1 miliar.
  •  

    2. Sanksi Berdasarkan Pasal 29 UU ITE (Ancaman dan Intimidasi, Jika Ada)

    3. Pasal dalam KUHP Terkait Pelanggaran Kesusilaan (Jika Diterapkan)

    4. Sanksi Sosial 

     

    Meretas Akun Media Sosial Orang Lain 


    kasus:

    Seorang mahasiswa berinisial C merasa sakit hati setelah putus hubungan dengan mantan pacarnya, D. Karena ingin mengetahui aktivitas D dan merasa ingin membalas dendam, C memutuskan untuk meretas akun media sosial D. Setelah berhasil menebak kata sandi D melalui kombinasi informasi yang diketahuinya, C masuk ke akun media sosial D tanpa izin.

    Setelah mendapatkan akses, C membaca pesan pribadi, mengunggah status yang bersifat provokatif, dan bahkan mengirim pesan kasar ke teman-teman D. Selain itu, C juga mengubah kata sandi akun tersebut, membuat D kehilangan akses ke akunnya sendiri.

    Beberapa hari kemudian, D menyadari bahwa akun media sosialnya telah diretas dan melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Berdasarkan penyelidikan, polisi menemukan bukti bahwa C yang telah melakukan peretasan. C kemudian dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta KUHP terkait pelanggaran akses ilegal.

    Alasan Pelanggaran:

    1. Akses Tanpa Izin Melanggar Privasi
    2. Pelanggaran Pasal 30 Ayat (3) UU ITE
    3. Mengganggu dan Merusak Reputasi Orang Lain
    4. Pengambilan Alih Akses yang Menghalangi Hak Pemilik Akun
    5. Dampak Emosional dan Psikologis pada Korban
    6. Potensi Ancaman bagi Keamanan Digital

    Sanksi: 

    Sanksi Berdasarkan Pasal 30 Ayat (3) UU ITE (Akses Ilegal):

  • Pidana penjara maksimal 8 tahun
  • Denda maksimal Rp800 juta.
  •  

    TEROR 

    Kasus:

    Seorang pria bernama Suyanto, yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, memutuskan untuk menyebarkan pesan-pesan teror melalui media sosial dengan tujuan menakut-nakuti masyarakat dan menciptakan suasana ketidakpastian. Suyanto membuat akun anonim di platform media sosial dan mulai mengunggah konten yang berisi ancaman kekerasan, termasuk video yang menunjukkan gambaran tindakan teror, serta pesan yang mengajak orang untuk melakukan aksi kekerasan. Salah satu video yang diunggah Suyanto menunjukkan gambar senjata api dan bom, dengan teks yang menyatakan ancaman akan adanya serangan terhadap fasilitas umum dalam waktu dekat.

    Konten Suyanto cepat menyebar karena dibagikan oleh banyak orang. Beberapa netizen merasa terancam dan melaporkan konten tersebut ke pihak berwenang. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa Suyanto adalah orang yang mengunggah video ancaman tersebut. Suyanto ditangkap setelah polisi melacak alamat IP yang digunakan untuk mengunggah konten tersebut.

    Alasan Pelanggaran: 

    1. Mengancam Keselamatan dan Keamanan Masyarakat
    2. Pelanggaran Pasal 29 UU ITE (Ancaman Kekerasan dan Intimidasi)
    3. Menyebarkan Ketakutan yang Mempengaruhi Ketertiban Umum
    4. Penyebaran Konten yang Meningkatkan Risiko Terorisme
    5. Penyalahgunaan Platform Media Sosial untuk Tindakan Ilegal
    6. Penggunaan Internet untuk Merusak Keamanan Publik

    Sanksi:

    1.  Sanksi Berdasarkan Pasal 29 UU ITE yaitu Pidana penjara maksimal 12 tahun, atau Denda maksimal Rp12 miliar.
    2. Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 (Penyebaran Berita Bohong) yaitu Pidana penjara maksimal 10 tahun, atau Denda hingga Rp25 juta.
    3. Penyelidikan dan Sanksi Tambahan oleh Aparat Keamanan

     

     Ujaran Kebencian

    Kasus:

    Seorang wanita berinisial F, yang bekerja sebagai jurnalis, menjadi sasaran ujaran kebencian setelah menulis artikel yang mengkritik kebijakan pemerintah terkait dengan isu lingkungan. Artikel tersebut dipublikasikan di sebuah media online yang cukup terkenal, dan meskipun artikelnya mendapat pujian dari beberapa pihak, F juga menerima banyak komentar negatif di media sosial.

    Seorang pengguna media sosial berinisial A merasa sangat tersinggung dengan artikel F, dan memutuskan untuk membalas kritik dengan cara yang kasar dan berlebihan. A mulai mengunggah beberapa postingan di akun media sosial pribadinya yang berisi serangkaian kata-kata kebencian dan penghinaan terhadap F. Dalam unggahannya, A menuduh F sebagai "penipu," "pengkhianat bangsa," dan bahkan menggunakan kata-kata rasis yang merujuk pada etnis F. Selain itu, A juga mengajak orang lain untuk mengutuk F dan menyerukan agar F dipecat dari pekerjaannya.

    Unggahan A kemudian viral dan menyebar dengan cepat, mengundang banyak komentar negatif lainnya dari netizen. F merasa terancam dan malu atas tuduhan yang tidak berdasar tersebut. Dia kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi, mengklaim bahwa dirinya menjadi korban ujaran kebencian yang disebarkan oleh A.

    Penyelidikan dilakukan oleh pihak kepolisian, dan setelah memverifikasi bukti-bukti yang ada, A ditangkap dan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menyebarkan ujaran kebencian terhadap F.

     

     Alasan Pelanggaran:

    1. Penyebaran Ujaran Kebencian yang Merendahkan Martabat
    2. Pelanggaran Pasal 27 Ayat (3) UU ITE (Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik)
    3. Menimbulkan Dampak Negatif pada Kehidupan Pribadi dan Sosial Korban
    4. Menyebarkan Kebencian yang Dapat Mempengaruhi Opini Publik
    5. Pelanggaraan Terhadap Pasal 28 Ayat (2) UU ITE (Menghasut Kebencian Berdasarkan SARA)

    Sanksi:

    1. Sanksi Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE (Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik) yaitu Pidana penjara maksimal 4 tahun, atau Denda maksimal Rp750 juta.
    2.  Pasal 28 Ayat (2) UU ITE (Penyebaran Informasi yang Menyebabkan Kebencian Berdasarkan SARA) yaitu Pidana penjara maksimal 6 tahun, atau Denda maksimal Rp1 miliar.
    3. Penyebaran Berita Palsu (Jika Terkait dengan Informasi Palsu) yaitu Pidana penjara maksimal 6 tahun, atau Denda maksimal Rp1 miliar.

     Penyadapan
     

     Kasus:

    Perusahaan teknologi Techdol dan Inacare terlibat dalam persaingan ketat di industri perangkat lunak. Kedua perusahaan bersaing untuk meluncurkan produk perangkat lunak terbaru yang dapat meningkatkan produktivitas kerja di berbagai sektor bisnis. Dalam upaya mendapatkan keuntungan kompetitif, seorang karyawan dari Techdol, bernama Yamis, secara ilegal melakukan penyadapan terhadap komunikasi internal antara eksekutif dan tim riset Inacare. Penyadapan ini dilakukan melalui perangkat lunak yang disusupkan ke sistem komunikasi daring perusahaan Inacare.

    Melalui akses tanpa izin ini, Yamis berhasil memperoleh informasi sensitif, termasuk strategi peluncuran, fitur produk, dan rencana pemasaran Inacare. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Techdol segera mempercepat peluncuran produk serupa dan menerapkan strategi yang sangat mirip. Akibatnya, Inacare mengalami kerugian finansial yang signifikan karena peluncuran mereka menjadi kurang menarik di pasar.

     

    Alasan Pelanggaran:

    Tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Yamis melanggar undang-undang terkait privasi dan komunikasi elektronik, karena penyadapan dilakukan tanpa izin atau persetujuan dari pihak Inacare. Penyadapan tersebut merupakan pelanggaran hak privasi dan keamanan data perusahaan, serta bertentangan dengan etika bisnis. Di beberapa yurisdiksi, tindakan ini termasuk dalam kejahatan siber dan dapat dihukum secara pidana maupun perdata. 

    Sanksi:

    Berdasarkan undang-undang perlindungan privasi dan kejahatan siber, Yamis dan Techdol dapat menghadapi sanksi berupa denda besar, tuntutan ganti rugi dari Inacare, serta hukuman penjara bagi pelaku penyadapan. Selain itu, Techdol juga dapat menghadapi konsekuensi reputasi yang merugikan dan kemungkinan dilarang mengikuti proyek-proyek pemerintah atau kontrak besar lainnya karena praktik bisnis yang tidak etis.

     Penyebaran Data Pribadi Tanpa Izin

    Kasus:

    Seorang individu bernama sapto bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta besar di Jakarta. Sapto memiliki akses ke database pelanggan yang berisi informasi pribadi pelanggan, termasuk nama, alamat, nomor telepon, serta riwayat transaksi. Suatu hari, Sapto memutuskan untuk mengunggah informasi pribadi pelanggan tersebut ke sebuah forum online yang tidak terverifikasi untuk mendapatkan keuntungan finansial dari pihak ketiga yang tertarik dengan data tersebut. Data tersebut kemudian disebarluaskan oleh pengguna forum lain, menyebabkan banyak pelanggan yang merasa privasinya dilanggar dan kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan tersebut.

    Beberapa pelanggan yang merasa dirugikan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan bahwa Sapto telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam UU ITE, khususnya terkait dengan penyebaran data pribadi tanpa izin pemiliknya.

     

    Alasan Pelanggaran:

    Tindakan Sapto melanggar Pasal 26 UU ITE yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk mengakses, mengubah, atau menyebarluaskan informasi pribadi orang lain tanpa persetujuan yang sah. Dalam hal ini, Sapto menyebarkan informasi pribadi pelanggan tanpa izin mereka, yang merupakan pelanggaran privasi dan hak atas data pribadi, serta melanggar ketentuan terkait perlindungan data pribadi dalam UU ITE.

     

    Sanksi:

    Sapto berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU ITE, Sapto dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, perusahaan tempat Sapto bekerja juga dapat dikenakan sanksi administratif oleh otoritas yang berwenang terkait perlindungan data pribadi dan dapat diminta untuk memberikan kompensasi kepada pelanggan yang dirugikan akibat kebocoran data tersebut.

     

     
                                                                                      

     

                                                                                                                                                                                                                                                      

     Resume & Pengalaman

     

     

    Hai Hai Haiii...

    Kali ini kita membahas tentang kasus kasus yang sering terjadi di dalam UU ITE nihh... Semoga teman teman bisa memahaminya yaa. Aku dapatkan materi ini dari belajar diUniversitas Jember. Oh ya semoga kita ada kesempatan bertemu lagi di lain waktu. BYE BYEEEEEE....


    HAVE A NICE DAYYY FRIENDS!!!👊

     

    Komentar

    Postingan populer dari blog ini

    ETIKA

    Cyber Crime rawr

    Profesi IT dan Profesionalisme